Bandung, Kemendikbud
--- Dalam Seminar Pendidikan Karakter di Bandung hari ini, Sabtu Mendikbud Anies Baswedan menyinggung tentang maraknya
berita kekerasan oleh dan terhadap anak akhir-akhir ini. Anies juga
menyinggung tentang berita pembegalan yang marak dan ternyata banyak
dilakukan remaja di bawah umur sebagai salah satu contoh berita
kekerasan yang banyak dibicarakan.
“Ada berbagai kemungkinan faktor penyebab
kecenderungan kekerasan oleh anak yang perlu diteliti besar pengaruhnya.
Kita perlu melihat secara utuh faktor-faktor yang ada di sekolah,
keluarga dan masyarakat,” ujar Mendikbud. Dalam seminar itu, ia memberi
contoh tentang kerentanan anak dalam masa perkembangan dalam membedakan
yang maya dan nyata, serta sinetron dan video game bagi dewasa sebagai
contoh kemungkinan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
anak-anak.
Saat ditemui sesudah acara, Mendikbud Anies
memberi penjelasan lebih lengkap terkait permasalahan video game dan
kekerasan. Ia mengatakan, “Ada banyak riset tentang video game, ada yang
mengaitkan video game dengan kecenderungan tindakan kekerasan, ada pula
yang menyatakan tidak keterkaitan signifikan. Riset-riset ini tidak
benar-benar konklusif dan sering bersifat kondisional. Artinya, video
game yang berbeda dapat memberikan dampak positif atau negatif berbeda
pada anak yang berbeda dan tergantung pula pada porsi dan cara
penggunaannya.”
Mendikbud juga menjelaskan video game yang tepat
dapat memberikan dampak positif pada anak, bahkan dapat dirancang khusus
sebagai media pembelajaran. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa
tidak semua video game cocok untuk dimainkan oleh anak semua umur.
Ia mengatakan, “Anak-anak dalam masa perkembangan
memiliki pemahaman yang berbeda tentang situasi yang dihadapi dibanding
orang dewasa. Mereka kadang kesulitan membedakan antara yang maya dan
nyata, serta belum memahami secara utuh batasan-batasan benar-salah,
boleh-tidak boleh, menyakiti-tidak, dan terutama dampak tindakannya jauh
ke depan."
Ia juga kemudian mengingatkan bahwa atas
alasan-alasan inilah video game pun memiliki sistem rating yang memberi
peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk dimainkan anak usia
tertentu. Di Amerika, misalnya, terdapat sistem Entertainment Software
Rating Board.
Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating,
yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk
semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk
usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults
Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending.
Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore,
Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak
video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature
17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”. Lebih jauh tentang
ESRB sebagai salah satu sistem rating untuk video game dapat dilihat di
http://www.esrb.org/ratings/ratings_guide.jsp.
Mendikbud menjelaskan bahwa permasalahan video
game di Indonesia adalah peredarannya yang masif dan begitu mudah
diakses oleh anak dan remaja yang memainkannya tanpa memperhatikan
kategori rating. Mayoritas orangtua pun asing dengan berbagai model
video game dan tidak menyadari bahwa tidak semua video game cocok untuk
anak semua umur, sehingga terlewat mengawasi anak-anaknya dalam memilih
dan bermain video game.
Ia berharap orangtua menyadari tentang
pengkategorian video game ini, serta membimbing anak-anaknya memilih
video game yang cocok bagi mereka dan menghibur tanpa berisiko
memberikan dampak buruk, serta mengawal porsi anak-anak bermain video
game, juga dalam memanfaatkannya sebagai salah satu media pembelajaran.
Anies juga mendorong para pecinta game yang telah memahami sistem rating
dalam game untuk membantu menyebarkannya kepada para orangtua dan guru.
Terkait dengan kekerasan di lingkungan anak dan
pelajar, Mendikbud mengatakan perlu diadakan diskusi bersama dan serius
oleh pakar dan praktisi pendidikan serta orangtua dan anak, untuk
menemukan akar masalah dan cara-cara pencegahan dan penanganannya.
Berbagai praktek baik yang ada perlu dikumpulkan, dikurasi dan
disebarkan kepada orangtua/wali agar memiliki alat-alat yang handal
dalam membimbing proses pembelajaran anak-anaknya. Kemdikbud akan
fasilitasi diskusi ini dalam beberapa waktu ke depan.